Sabtu, 04 Juli 2015

SELAMAT DATANG DAN SELAMAT JALAN


Biar kuceritakan…


Panjang cerita yang terbilang singkat untuk kuceritakan
Dimulai dua hari yang lalu, lesuku hilang mendengar kabar baik dari seorang yang tak pernah absen membanguniku sahur setiap pagi “Mamah” merasa mulas
Jelas kutahu dia akan keluar
Televisi masih mengoceh dan kami pun sibuk mengoceh merencanakan persiapan
Aku melihat banyak harapan dimata mamah dan seorang laki-laki yang kucintai yang sedari dulu kupanggil “Ayah”
Atas akan hadirnya keluarga baru yang kami tunggu-tunggu dari 9 bulan lalu
Kecemasan tersirat didalam gelagat Ayah, tetapi tetap pada pribadinya yang sabar dalam menghadapi apapun

Aku menanti dengan melihat jam dinding, menghitung demi detik selepas kedua orang yang kucintai pergi kerumah sakit bersalin kecil yang hanya beberapa menit dari rumah
Ah, rupanya Mamah pulang lagi karena alasan pembukaan dua.
Aku berusaha untuk tenang, meskipun sebenarnya khawatirku menyeruak dalam batin
Tengah malam itu kala aku tertidur, suara membangunkanku mengarahkan untuk pindah tempat tidur ke kamar sebelah
Kutahu itu Mamah yang menyuruh anak perempuan satu-satunya menjaga kedua jagoannya dikamar

Resahku dimulai ketika suara grasak-grusuk didekat kepalaku
Dengan posisi kepala didekat pintu, aku bisa membuka sedikit mataku memastikan keadaan baik-baik saja
Ternyata Ayah, dengan wajah cemas sedikit terburu-buru kutanya “ mau kemana?”
“Rumah Sakit”.
Jawaban singkat yang menggelegar hatiku, membuat khawatir bercampur dengan penuhnya rasa takut
Tetapi aku memaksa untuk tetap terlihat tenang dan berharap mata ini bisa terpejam kembali
Namun dalam keadaan seperti ini, pikiranku perang dengan sikap tenang meledakkan bom kecemasan dan kekhawatiran dalam hati dan otak
Kuambil sebuah jalan yang sangat kupercayakan akan membuatku sedikit lebih tenang
Mengadukan segalanya pada Tuhan dalam tahajjudku

Aktifitasku berjalan penuh rasa khawatir dan cemas, aku mencemaskan keduanya
Antara Mamah dan adik bayi yang sudah kunantikan sejak lama
Bagaimana tidak kucemaskan, sudah lebih dari 16 jam berita baik belum juga sampai ditelinga
Kunilai terlalu lambat rumah sakit dalam menangani, selalu berlandaskan teori!
Sebenarnya aku berapi-api, tetapi aku hanya bisa mendoakan yang terbaik untuk keselamatan dan kesehatan keduanya

Tepat setengah satu siang berita itu mendarat ditelingaku,
Kabar baik yang sudah kutunggu-tunggu
Rasanya sudah tidak sabar aku ingin segera bertemu, melihat keadaan keduanya yang akan menguatkanku dalam lelahnya hari ini

Kuarahkan stang motorku kearah rumah sakit sepulang kuujian dikampus
“dik, kakak datang” dengan seribu khayal yang mengandung kata “akan” didalam otak
Akan ku ajak bicara cerita ia dilahirkan
Akan ku elus-elus pipinya
Akan kufoto dan kuberitakan bahagia hari ini kesemua orang
Tapi, khayalan tidak selamanya menjadi kenyataan
Aku hanya bisa mengunjungi Mamah yang terbaring ditempat tidur diujung kamar
Senyumnya dan keadaannya yang kulihat baik menghapus rasa lelahku seharian ini
Tidak apa-apa, beberapa hari lagi kakak akan bertemu denganmu dik, pikirku

Aku pulang membawa letih yang bercampur bahagia, kesehatan mamah membuatku kuat dalam menghadapi kelelahan aktivitasku dirumah
Meskipun rasa khawatir tetap membebani pikiranku, karena belum bertemu adikku dan memastikan keadaannya
Mamah yang masih berbaring dirumah sakit meskipun terlihat baik, tetap aku tidak bisa menenangkan rasa khawatir yang begitu mendarah daging sejak itu

Matahari mulai meninggi, kembali kujalani rutinitasku dalam keseharian
Dengan masih membawa beban pikiran dikantor, aku berusaha untuk menutupi rasa cemas dihadapan orang-orang
Aku terbiasa dalam menyembunyikan kesedihan, jadi tidak terlalu sulit bila kupraktekkan hari ini
Tapi tungkai kakiku lemas saat telepon dari Ayah yang tiba-tiba meminta bicara dengan pimpinan kantor
Aku tetap berfikir baik, karena cuma itu yang bisa kulakukan untuk tidak terlalu terlihat khawatir

Aku terkejut, mungkin kamu yang membaca pun iya, meskipun sebagian dari kalian menganggapnya biasa
Percayalah, ini kabar yang membuatku tersenyum, tetapi hanya kepura-puraan, kepalsuan agar aku terlihat kuat seperti semen padang yang tidak mudah rapuh

Aku pulang dengan sedih yang masih kusembunyikan dalam dada,
Memang terasa sesak, tetapi tetap kutahan agar tidak ada seorangpun yang dapat membaca sirat kesedihan didalam sana ; mataku.

Dia datang , aku berharap yang dikatakan Ayah itu salah
Kadang harapan memang tidak sesuai dengan kenyataan,
Dia datang tersenyum, tetapi tanpa tangisan, dengan pucat kebiruan menggantikan kemerahan dipipinya
Diselimuti, matanya terpejam wajahnya tampan, sendu jika kalian perhatikan
Kubuka ikatan perbannya, duh kasihan kamu diikat-ikat dik, pasti sakit biar kakak yang lepas
Kuselimuti lagi, kaku memang, tetapi kupandangi ia tampan dan manis dengan senyum yang menghiasi bibirnya

Dear Adikku Tersayang,

Dik, ternyata kamu besar ya, tampan seperti aa Fauzan kecil
Ada Aa Fairuz disebelah kanan tuh, Aa Fauzannya cengeng dikamar saja,
Padahal adiknya tidak apa-apa ya, adiknya senyum gini kok ya
Kalau Aa Dani, Aa lagi diluar nyambut tamu yang mau liat adik kakak yang lucu ini ; kamu.

Bibirnya tipis, senyum menyambut kakak, Aa Fairuz dan orang-orang disekitar.
Seandainya kamu bisa melihat kami dik, tetapi kami senang sudah melihat kamu
Melihat untuk yang pertama dan terakhir kali

Mamah ?
Kakak sudah mewakili Mamah sayang, untuk merebahkan kasihnya didalam dadamu agar bisa kamu bawa kesurga dan Ayah, nanti Ayah yang mengantarkan kamu bobo dirumah baru kamu.

Terima Kasih ya sayang, sudah hadir meski hanya dalam waktu tiga hari
Meski sudah tiada, tetapi kehadiranmu dalam keluarga ini menjadi nyata bahkan untuk setiap hari dan selamanya akan menjadi nyata

Pertemuan kita memang begitu singkat,
Kakak bahagia melihatmu tersenyum menyambut keluarga ini,
Menyambut kakak,
Hampir saja kakak meneteskan air mata kebahagian ini dihadapan kamu
Kebahagiaan atas takdir baikmu,
Kamu memang tidak mengerti apa yang kakak bicarakan,
Karena memang tujuan kakak bukan untuk kamu mengerti,
Tetapi kakak berharap kamu merasakan

Dede Furqan yang sudah diberi nama oleh Ayah “Gilang Ramadhan”
Dengan arti gemerlap (kerlap-kerlip) bulan Ramadhan
Kehadiran kamu disini menjadi sebuah kebahagiaan bagi kami, meski tetap terbungkus oleh rasa sedih
Tetapi kami tahu, ini adalah garis takdir yang terbaik bagi kamu
Kamu anak yang baik, berbakti pada orang tua, doa kakak sudah terwujud
Meringankan amanah Ayah didunia dan akan menjadikan buih kesedihan hari ini terbalas suatu hari nanti
Kamu memilih menjadi harta yang berguna kelak sebagai tabungan Ayah dan Mamah disurga,
Kamu memilih pergi tersenyum dengan tidak membebani kami atas kepergianmu
Jemput Mamah dan Ayah disurga nanti dik,
Kami mencintaimu, selamat jalan ; Adikku Tersayang


Salam Perkenalan dan Perpisahan,
      Kakak Yang Selalu Merindukanmu

Kamis, 02 Juli 2015

PERGILAH


“Ternyata, kesibukanku menghitungi jarak dalam sehari-hari sejak kamu pergi menjadi sia-sia ketika pasukan kenangan menyerbu relung-relung kerinduan”



Pikiranku berkecamuk, memutar otak demi menemukan satu kata “RELA”
Aku kehabisan cara untuk menyamarkan luka, ketika berita baikmu mereka rebahkan ditelingaku
Ku kira sudah sejauh langit aku berjalan mundur yang selangkah berikutnya aku mampu meraih surgaku tanpa kamu
Tapi nyatanya, selangkahpun tidak,
Aku masih bediri mendiami nasib, masih melihat sejauh mana kamu pergi dari janjimu yang dulu

Berhentilah untuk menerka pikiranku saat aku merasa lelah dengan kehidupan
Aku belum cukup kuat untuk membendung kesedihan dan memilah-milahnya untuk tidak kucampur adukkan dengan kisah yang sekarang
Aku sudah terlalu banyak menipu orang lain dengan sebuah sandiwara yang kini menjadi rutinitasku
Demi menyembunyikan luka itu, luka yang kau gores kala itu
Berpura-pura lupa adalah caraku untuk menutupi rasa malu atas sebuah kebodohan

Aku sudah rutin dalam menghitung jarak diantara kita
Ternyata, kesibukanku menghitungi jarak dalam sehari-hari sejak kamu pergi menjadi sia-sia ketika pasukan kenangan menyerbu relung-relung kerinduan
Entah bagaimana lagi aku mengatakan pada waktu dengan semakin mengingatmu maka ia akan semakin terbuang

Kalau-kalau kamu tidak pergi, kalau-kalau ...
Sudah lebih dari seribu kali aku mengandai hal yang sudah terjadi, yang mustahil akan terulang lagi
Aku masih berharap luka akan menghadiahkanku suatu hal yang terbaik
Berharap kehadiranmu bisa mengajarkanku untuk menjadi pribadi yang kuat, tegar, dan tidak bodoh dalam memilih seseorang yang dicintai
Karena kepergianmu mengingatkanku bahwa percaya saja tidak cukup dalam membahagiakan

Pergilah tanpa membebani pikiranku
Untuk  mencintaimu hanya dengan mendoakanmu saja belum cukup untuk merealisasikan wujud keinginanku yang selalu ingin disisimu
Aku memang tidak tahu persis kapan rasa itu akan berakhir, tetapi aku tahu persis dimana harus kutinggalkan rasa itu
Agar segalanya dapat berjalan kembali sesuai pada porsinya