Senin, 26 Desember 2016

TUAN


Apa kabar dengan hatiku ?
Jika tuan mau tahu, rasanya seperti tercabik seribu pisau
Tuan tahu ?
Kebohongan mampu mengoyak senyuman tadi sore
Semilir angin pinggir danau, tempat kita melihat perahu bebek mondar-mandir
Melirik iri atas kebahagiaan yang mereka lihat beberapa meter jauh dari kita
Tapi, mereka hanya melihat luar.

Malam ini, aku seperti ingin terbang tuan
Kemudian, aku jatuhkan segala kecewa disepanjang jalan
Agar saat aku pulang, tidak ada lagi rasa perih dari luka yang melebam

Tuan, ada apa dengan tanganmu?
Mengapa aku tidak bisa merasakan genggaman nyaman seperti sebelumnya ?
Tuan, rasanya seperti ada yang menerka hati, saat tangan tuan memoles pipi ini.
Juga, sandaran kepalaku dipundak tuan, dan silangan tanganku
sekaligus membalas genggaman tangan tuan,
Seperti hanya sebagai salam perpisahan.

Aku meletakkan setiap bagian yang tak perlu kubawa pulang
Aku meninggalkan setiap bagian yang harus kukembalikan
Senyum tuan, rayuan tuan, janji tuan tak pantas untuk kubawa pulang
Biarkan menjadi milik cinta tuan yang sebenarnya.

Aku dituntut waktu untuk tidak egois,
Memiliki tuan hanya sendiri,
Mencintai tuan tak mengenal batas,
Menyayangi tuan semaunya saja,
Tak memperdulikan luka,
Tak menghiraukan lara,
Yang sekarang telah membuatku merindu akan ruang sendiri.

Tuan, jika mereka tanya seberapa besar cinta ini.
Tegas kumenjawab, lebih besar dari cinta tuan.

Selasa, 06 Desember 2016

ENAM

Aku masih berusaha menyeka air mata sembari memejamkan mata. Apakah kau tahu rasanya semua ini ? perih. Tentang bagaimana kau mengikhlashkan bagian demi bagian yang tak terelakan. Bagian demi bagian mengecewakan yang terus menerus bertambah.

Aku ingat ini adalah tanggal enam. Aku segera pulang dan membereskan diriku. Karena kukira kau akan ada didepan rumah, seperti waktu itu. Waktu aku sedang mati rasa karena kesalahanmu. Kau seperti merayuku untuk memelukmu kembali. Mengisyaratkan tanda aku tak boleh pergi. Dan kamu selalu berhasil. Tapi malam ini, aku terlalu berharap banyak tentang keajaiban.

Aku tak pernah membohongi perasaanku. Jika menjadi pemaaf aku di anggap bodoh oleh banyak orang, tidak mengapa. Asalkan, rasaku pada seseorang yang kucintai sepenuh hati, tersampaikan. Biar saja aku yang perih, kamu jangan. Biarkan aku nikmati bagian demi bagian yang diberikan oleh kamu, yang tersayang, sampai aku merasa bahwa bukan aku lagi yang kau butuhkan.

Aku juga ingin sampaikan rasa terima kasihku padamu. Kamu sudah memberi warna di hidupku yang pernah kelam karenanya. Meskipun pada akhirnya aku merasakan hal yang sama, aku tidak akan menyalahkan siapapun yang terlibat. Ini hanya bagian dari takdir, karena hidupku yang belum benar. Atau mungkin ini adalah cara Tuhan mengajarkanku secara sukarela lewat sebuah luka.

Siapapun yang membenciku, aku akan sangat menghargainya jika mengaku saja. Tidak bersandiwara mengatasnamakan cinta didalamnya. Bersenda gurau dengan menancapkan pisau dibelakangnya. Jangan membuatku lebih perih dari hari kemarin. Aku sudah hampir mati di terka perih, aku hampir menyerah pada nasib. Tinggalkan aku, jangan terus berpura-pura mencintaiku. Atau kau mencintaiku dengan tak bermaksud melukaiku. Tapi kau lakukan semua itu berulang kali, sampai aku berlutut untuk meminta hentikan semua ini. Kumohon, jadilah dirimu yang dulu, yang tak pernah sedikitpun kutahu pahitnya kelakuanmu. Kemudian bersyukurlah dengan yang ada saat ini. Jangan pernah dikhianati lagi, nanti dia pergi.