Senin, 22 September 2014

Pagi Hari Ketika Kumengingatmu



Kamu buat aku terpuruk (kembali)
Kalau saja aku bisa meramalkan hari ini, mungkin aku tetap bersamamu
Bedanya, kita sebagai teman baik, bukan kekasih
Kini, aku sudah terlanjur mencintaimu
Meskipun kutahu, kamu tidak lagi yang seperti dulu
Yang mampu merebut hatiku
Yang mereka bilang kamu sungguh-sungguh ingin memilikiku
Bahkan menjagaku dan mengobati luka yang tak kunjung sembuh
Nyatanya, kini kamu membuat luka baru
Menambah perih yang sudah hampir habis kutopang
Mengusik air mata untuk lebih banyak keluar
Kini, kamu mampu membaca sisi lemahku
Meskipun kutahu aku seperti wanita yang bodoh dimatamu
Aku tetap tidak mau pergi
Ruang hatiku malah semakin terasa sesak dengan namamu
Otakku semakin sempit dengan kenangan manis bersamamu
Memoriku tajam untuk mengingat setiap apa yang pernah kita lakukan

Hey sayang,
Janji manismu terlintas disana
Akan terus menjaga pipiku untuk tidak basah karenamu
Manis sekali terdengar hingga aku mempercayaimu
Juga ada kamu yang menatapku sendu disana
Memayungiku dari panas dan mendekapku dari dingin
Bilasaja kamu memaksaku pergi
Aku pasti ingin pergi
Pergi dari sekelebat bayang hitam ini
Pastinya bukan tanpa kamu
Melainkan aku harus denganmu
Meskipun kamu akan menolaknya dengan sangat berani
Akan kulawan dengan ketulusan hati
Sehingga tanganku mampu meraihmu perlahan dan mengajakmu pergi
Jikalau itu tidak akan terjadi
Kupastikan kamu yang terakhir untuk kututup kisah remajaku
Hingga suatu hari akan tiba waktunya
Kamu kembali atau aku yang pergi



Waktu yang Menggilas Manisnya Keadaan



Andaisaja waktu bisa berjalan mundur,
mungkin aku akan melangkah perlahan kearahnya
Berusaha mencapaimu dimasa kita merasakan kesamaan rasa
Ditempat canda mesra,
dalam manisnya keromantisan hubungan yang rasanya tak berhujung
Andaisaja semua menjadi nyata,
Aku akan mendekapmu lebih erat agar kini kau tidak terlalu bebas
Menyerahkan penuh kekuasaan diatas singgasana hatiku
Kemudian engkau menjadikanku ratu yang memiliki hak penuh hingga saat memejamkan matamu yang terakhir
Tapi kutahu,
Bahwa andai tidak akan pernah menjadi nyata
Karena waktu tidak akan menggoyangkan kakinya untuk mengayuh kebelakang

Kini adalah nyatanya
Aku hanya bisa memutar sekelebat memori tentangmu yang membuatku bangkit
Mengais seuntai kata yang pernah kau bisikkan padaku, yang telah menjadi motivator ulung untuk diriku
Berlomba menjadi yang nomer satu meski terseok-seok menahannya dalam mengikis perih
Memaksa air mata untuk tidak menitik hingga asaku tiba digaris akhir
Menjadikannya buih harap dengan melontarkan senyum terbaik agar membuatmu merasa gagah dalam melangkah meski tak kau lirik, tanpa membuatmu merasa bahwa kau melukai

Aku memang harus merelakan bahagiaku dalam waktu sementara,
sampai kau sadar akulah yang kau butuhkan
Bilasaja bukan, aku akan memberimu seulas kenangan indah untuk kau kenang disudut matamu, diruang hatimu yang kecil akan namaku
Aku akan memalingkan wajah darimu yang pernah menjadi sumber semangat untuk hidupku
Dengan tujuan agar aku mampu mewujudkan kemauanmu yang bagimu tak pernah kupahami
Setelahnya aku akan berjalan mundur menjauh darimu meski ku tahu sejauh apapun aku pergi, kita tetap berada dibawah langit yang sama
Diatas bumi yang pernah menjadi saksi kerinduan diantara kita
Lalu berjanji akan kuhantarkan kepadamu keindahan meski aku harus berpura-pura tidak merasakan sesak dadaku yang kehilangan sosok dirimu

Sesak ketika waktu yang berjalan menggilas manisnya keadaan

Bunga yang Layu



Menolehlah kearahku
Seperti mendung yang tak berpaling dari hujan
Serupa dengan ombak yang menyatu dengan angin laut
Semirip kaktus yang hanya hidup pada panasnya musim
Dan mawar merah yang memerah pada harinya
Bukan mawar putih yang tak seputih tumpukan salju dibawah terik

Menolehlah kearahku
Seperti kau mengasihiku bunga yang merekah
Menyandingkannya dengan sikap manis dan kata mesra yang kian menipis
Biarlah malam mengejar pagi dan pagi mendapatkan siang dengan mudahnya
Aku tak kalap diterjang badai yang berbaris rapi sedari tadi
Aku mampu menangkalnya meskipun harus sesekali terhempas

Karang memang tetap kokoh dihantam ombak
Tak akan pernah lari
Tak akan bisa pergi
Bagai bintang yang sudah ditakdirkan menemani malam
Juga matahari yang akan tetap terbit diwaktu siang
Begitu pun bulan yang tak akan berpaling dari gelap gulita malam

Aku tak memaksamu lagi menoleh kearahku
Bunga merekah sedari perjalanan layu tanpa kautahu
Terkikis menghambur diatas tanah harap
Jikalau suatu hari engkau memintanya, maka akan kuberikan tangkainya yang masih kugenggam
Maka kutahu kau kan bertanya dimanakah bunganya

Kan ku jawab ‘’bunganya layu tanpa kautahu’’