Selasa, 06 Desember 2016

ENAM

Aku masih berusaha menyeka air mata sembari memejamkan mata. Apakah kau tahu rasanya semua ini ? perih. Tentang bagaimana kau mengikhlashkan bagian demi bagian yang tak terelakan. Bagian demi bagian mengecewakan yang terus menerus bertambah.

Aku ingat ini adalah tanggal enam. Aku segera pulang dan membereskan diriku. Karena kukira kau akan ada didepan rumah, seperti waktu itu. Waktu aku sedang mati rasa karena kesalahanmu. Kau seperti merayuku untuk memelukmu kembali. Mengisyaratkan tanda aku tak boleh pergi. Dan kamu selalu berhasil. Tapi malam ini, aku terlalu berharap banyak tentang keajaiban.

Aku tak pernah membohongi perasaanku. Jika menjadi pemaaf aku di anggap bodoh oleh banyak orang, tidak mengapa. Asalkan, rasaku pada seseorang yang kucintai sepenuh hati, tersampaikan. Biar saja aku yang perih, kamu jangan. Biarkan aku nikmati bagian demi bagian yang diberikan oleh kamu, yang tersayang, sampai aku merasa bahwa bukan aku lagi yang kau butuhkan.

Aku juga ingin sampaikan rasa terima kasihku padamu. Kamu sudah memberi warna di hidupku yang pernah kelam karenanya. Meskipun pada akhirnya aku merasakan hal yang sama, aku tidak akan menyalahkan siapapun yang terlibat. Ini hanya bagian dari takdir, karena hidupku yang belum benar. Atau mungkin ini adalah cara Tuhan mengajarkanku secara sukarela lewat sebuah luka.

Siapapun yang membenciku, aku akan sangat menghargainya jika mengaku saja. Tidak bersandiwara mengatasnamakan cinta didalamnya. Bersenda gurau dengan menancapkan pisau dibelakangnya. Jangan membuatku lebih perih dari hari kemarin. Aku sudah hampir mati di terka perih, aku hampir menyerah pada nasib. Tinggalkan aku, jangan terus berpura-pura mencintaiku. Atau kau mencintaiku dengan tak bermaksud melukaiku. Tapi kau lakukan semua itu berulang kali, sampai aku berlutut untuk meminta hentikan semua ini. Kumohon, jadilah dirimu yang dulu, yang tak pernah sedikitpun kutahu pahitnya kelakuanmu. Kemudian bersyukurlah dengan yang ada saat ini. Jangan pernah dikhianati lagi, nanti dia pergi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar