Minggu, 14 Desember 2014

Lembah Kasih


Aku sering bermimpi untuk menjadi sastrawan yang puitis dalam berkata
Kadang juga, aku bermimpi untuk menjadi seorang penulis yang banyak dikenal
Tapi, tak sesering aku bermimpi tentangmu setiap malam, sayang

Waktu berlalu begitu cepat tanpa kita inginkan
Mengikis rindu dalam dadamu yang pernah menyematkan namaku didalamnya
Tapi, tak secepat waktu berlalu akan merubah tinta yang mencoreng namamu dihatiku, sayang

Secepat sambaran kilat yang melesat dilangit mendung hari ini
Siang hari yang semuram hatiku
Begitu banyak tetesan air yang menyaru pipiku tanpa satupun orang tahu
Keadaan yang begitu getir, dingin
Aku menyatu dengan angin dibawah langit gelap kota Jakarta; tempatku dilahirkan
Tiada burung berkicau yang selalu kudengar merdu pada tempat yang sama
Mengingatku pada ocehan lembut dengan gurauan yang menyejukkan
Sesejuk siang pada hari ini tanpa air yang membasah dalam dekap rinduku padamu, sayangku

Memang setiap orang akan merasakan kehilangan yang berujung penyesalan
Seperti Ira yang kehilangan Shu pada film ‘’GIE’’ yang pernah kutonton beberapa kali
Film yang selalu membuatku ingin menjadi seseorang yang kritis, menjadi seorang pemberontak
Terlebih, keinginanku untuk berada dilembah kasih Mandalawangi bersamamu, sayangku
Lembah yang diagung-agungkan banyak orang tentang hamparan tanahnya yang luas dihiasi bunga-bunga yang indah
Tapi, aku mengerti bahwa Tuhan punya rencana-Nya sendiri yang tidak selalu sejalan dengan keinginanku

Setiap orang selalu menginginkan nasib yang baik
Sama halnya denganku yang takdir mengatakan hal lain kepada hidupku
Mungkin bila tanpa cinta, aku akan terus mencacimu
Tapi cinta selalu menghadiri kelembutanku untuk bernafas walau tanpamu, sayang
Karena cinta mampu mengalahkan segala benci, bahkan musnah begitu saja
Begitulah yang mereka katakan dalam novel-novel cinta yang sering kubaca.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar