Kesedihan karenamu tak kunjung
berakhir. Aku masih bertanya-tanya dalam kebodohanku, kapan akan berakhir?. Mereka
benar, sekarang kita punya jalan masing-masing. Kau mengambil jalan bahagia dan
aku sebaliknya. Aku masih terjebak dalam bayang-bayang masa lalu. Masa lalu
yang hanya setitik memberi kebahagiaan namun banyak memberiku pelajaran.
Tekadku tak pernah sukses untuk
melupakanmu. Bahkan sehari saja melupakanmu. Tak pernah layak, aku seperti
duduk dikursi ketidak adilan. Sudah tidak dapat terhitung lagi banyaknya
tetesan air mata, bahkan tetesan darah yang kukeluarkan hanya untuk mengalihkan
rasa sakit hatinya. Mungkin kau tak pernah peduli, sekalipun itu, karena kau
sibuk dengan kebahagiaanmu. Perdamaian pun tak pernah kau minati untuk
membuatku sedikit lebih tenang. Padahal janjimu dulu manis sekali kudengar, kau
akan terus merangkulku hingga matahari tak lagi terbenam.
Sandaranku sudah hilang. Bukan hilang,
tapi ia tegap untuk menjadi sandaran yang lainnya. Aku hanya asik menangis-nangis
ria sendirian,lontang-lantung mencari apa saja yang mampu kujadikan sandaran.
Mungkin kau akan tertawa, melihatku tak mampu bangkit dari keterpurukan
karenamu. Atau sebaliknya, kau akan membatin dan berusaha agar aku terus
membencimu.
Memang bukan hanya aku yang
memiliki perasaan. Tapi kamu pun demikian. Aku hanya bisa diam ketika
perasaanmu beralih pada wanita lain. Sesekali hatiku menggerutu kesakitan karna
terdesak oleh kenangan. Kita memang berbeda, kau mampu saja melupakan dengan
menjadikan wanita lain peralihan. Bisanya aku hanya menangis berharap
keajaiban. Itu hal terbodoh sepanjang hidupku yang aku lakukan.
Aku tidak pernah melihat keadaan
dari sisi kesakithatianku. Aku juga melihat dari sisi kesakithatianmu. Kau tahu?
Aku pun menyesal mempercayai nafsu amarahku. Tapi satu kesalahan itu layaknya
kau pikir asal terjadinya, jangan kau simpulkan itu pengutaraan rasa sayang
yang paling dalam. Kau salah, rasa sayangku untukmu terletak dalam sesudah
sholatku.
Aku tidak pernah berniat untuk
menjatuhkanmu, bahkan menguak segala keburukanmu atau hanya membanggakan dari
sisi baikmu. Banyak orang yang menilai, aku hanya sampaikan keluhan sakit nya
pada mereka yang bersedia kujadikan sandaran bukan sengaja aku kepalkan dendam
untuk membuatmu jatuh dihadapan banyak orang.
Kau tahu ? aku seperti berjalan
diluar pribadiku, bukankah kau juga merasakannya? Mengapa masih belum tahu juga
apa alasannya? . Kau hanya berpikir dengan logikamu bahwa ini utuh karenaku. Mari
sejenak saja kita saling merasakan dengan PERASAAN. Pasti kita berdua akan
temukan jawaban.
Aku lihat sekarang kau bahagia
dengan wanita yang tak asing dalam pandangan mataku. Wanita yang kunilai licik
dalam merebut kebahagiaanku. Aku memang tak punya hak apapun untuk mengatakan demikian,
tetapi kenyataan yang ku terima menjawab hal demikian.
Sudahlah, aku tak pedulikan lagi.
Siapapun yang berada disampingmu, kuharap ia tak merasakan pedihnya kenyataan
seperti yang kuterima setelah menjalani hari denganmu. Kuharap yang ia rasakan
kebahagiaan utuh darimu seumur hidup. Kuharap kita terpisahkan jarak dan waktu
sejauh mungkin. Kuharap Allah mencabut kesakithatian diantara kita dan membuang
kenangan jauh dari hidup kita berdua. Kuharap Allah memberikanku pengobat hati
yang jauh lebih baik darimu. Kuharap Allah membukakan pikiran dan pintu hatimu.
Kuharap Allah mencabut segala dendam dan membuangnya jauh-jauh. Kuharap Allah mencabut
dan takkan mengembalikan ingatan masa lalu yang penah menjadi kebahagiaan dalam
hidup kita berdua. Kuyakin Allah mampu mengabulkan setiap doa yang kupanjatkan
dalam hari-hariku.
Kuucapkan “Selamat Berpisah”
untuk kita . Aku percaya, keputusanmu adalah langkah terbaik untuk
membahagiakanku. Aku ikhlaskan kau pergi untuk mencari kebahagiaan baru tanpa
kuusik kembali kehadirannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar